LINTASRAYA.COM, BALIKPAPAN – Upaya pencegahan stunting di Kota Balikpapan terus digencarkan sejak dini. Puskesmas Sepinggan menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang aktif melakukan intervensi komprehensif mulai dari calon pengantin (catin) hingga anak usia sekolah. Pendekatan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun generasi bebas stunting melalui pola hidup dan gizi seimbang sejak masa pra-kehamilan.
Ahli Gizi Puskesmas Sepinggan, Citra Juni Haryati, S.Tr.Gz, menjelaskan bahwa pencegahan stunting tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan harus dimulai sejak tahap perencanaan kehamilan.
“Kita bukan hanya fokus pada penanganan balita stunting, tetapi sudah dari awal sejak calon pengantin melakukan pemeriksaan kesehatan. Ada screening lengkap, mulai dari status gizi, kadar lemak, hingga potensi anemia,” ujar Citra saat diwawancarai, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, calon ibu yang telah terdeteksi memiliki masalah gizi akan mendapat pendampingan berupa konsultasi gizi dan pemeriksaan berkelanjutan selama masa kehamilan.
Selain itu, pemeriksaan gigi, edukasi stres kehamilan, hingga pemantauan asupan makan juga menjadi bagian penting dari tata laksana kesehatan ibu.
“Banyak yang tidak tahu kalau kesehatan gigi juga berpengaruh pada kehamilan. Karena infeksi di gigi bisa mengganggu nutrisi dan tumbuh kembang janin,” terangnya.
Setelah bayi lahir, edukasi berlanjut hingga masa nifas. Puskesmas juga memastikan para ibu memahami pentingnya ASI eksklusif, pemberian MPASI sesuai usia, dan pemantauan rutin di posyandu.
“Kami selalu mengingatkan ibu agar membawa anaknya ke posyandu setiap bulan. Dari situ kita bisa pantau berat badan, tinggi badan, dan mendeteksi dini bila ada potensi stunting baru,” jelasnya.
Citra menambahkan, saat ini Puskesmas Sepinggan telah menangani 36 balita dengan kondisi stunting sepanjang tahun 2025.
Kasus tersebut terbagi dalam dua gelombang pemeriksaan: batch pertama sebanyak 10 balita dan batch kedua sebanyak 26 balita. Seluruh anak telah menjalani pemeriksaan dengan dokter spesialis anak, termasuk pemeriksaan darah dan rontgen toraks di rumah sakit.
“Semua kasus itu dipantau secara berkala. Setiap bulan kami laporkan perkembangan ke Dinas Kesehatan. Penanganan dilakukan hingga status gizi anak kembali normal,” kata Citra.
Meski jumlah kasus stunting tahun ini relatif stabil dibanding 2024, ia menilai kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi kini mulai meningkat, terutama di kalangan sekolah. Program seperti “Sekolah Sehat” dan “Menu Bekal Bergizi” (MBG) turut membantu membentuk kebiasaan baik sejak dini.
“Anak-anak sekarang sudah mulai terbiasa membawa bekal dari rumah. Tapi yang paling penting tetap bekal gizi dan kebiasaan makan sehat dari keluarga,” ujarnya.
Citra menekankan, siklus kehidupan manusia selalu berkaitan erat dengan gizi. Karena itu, upaya pencegahan stunting tidak berhenti pada anak usia dini saja, tetapi mencakup seluruh fase kehidupan.
“Kalau mau bicara stunting, kita harus tarik ke belakang dari calon ibu, keluarga, sampai lingkungan. Gizi adalah fondasi semua aspek kehidupan,” pungkasnya.(*/ADV/puskesmas Sepinggan)















