LINTASRAYA.COM, TENGGARONG – Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kini berada di garis depan dalam penanganan banjir yang kerap menghantui wilayah Kecamatan Loa Janan.
Lewat pendekatan teknis sekaligus koordinatif, instansi ini memainkan peran sentral untuk memastikan solusi yang ditawarkan tidak hanya teknis semata, tapi juga menyentuh aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh.
Kepala Dinas PU Kukar, Wiyono, menegaskan bahwa penanganan banjir tak bisa lagi dilakukan secara parsial. Kompleksitas persoalan membutuhkan pendekatan lintas sektor, yang melibatkan semua pihak dari hulu hingga hilir.
“Ini tidak bisa ditangani sendiri. Harus melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat,” ujarnya, Senin (14/7/2025).
Sebagai bentuk konkret, Dinas PU Kukar telah menyusun rencana aksi menyeluruh yang disertai dengan tahapan waktu dan pembagian tanggung jawab antarinstansi.
Proses ini ditujukan agar pelaksanaan penanganan banjir berjalan sistematis dan terukur, dimulai dari Juli–Agustus 2025 hingga berlanjut ke tahun 2026.
Langkah awal dalam rencana tersebut difokuskan pada normalisasi sungai, mengingat penyempitan aliran menjadi penyebab utama luapan air.
Namun, Wiyono mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada partisipasi masyarakat dalam menjaga bantaran sungai.
“Kalau masyarakat masih membangun di bantaran sungai, ya percuma. Habis dinormalisasi, nanti penuh lagi oleh sedimentasi,” ungkapnya.
Dinas PU Kukar juga tengah mendalami penyebab banjir dari aspek kerusakan lingkungan di wilayah hulu, termasuk aktivitas tambang yang menyebabkan sedimentasi tinggi. Kajian ini menjadi dasar penanganan jangka panjang yang lebih komprehensif.
Salah satu opsi besar yang kini mulai dipertimbangkan adalah relokasi warga dari zona rawan di bantaran sungai. Namun demikian, Wiyono menegaskan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap perencanaan awal.
“Kita masih mendata. Harus jelas berapa warganya, butuh lahan berapa, dan di mana lokasinya,” katanya.
Dinas PU Kukar juga mewaspadai risiko hukum dalam skema kompensasi relokasi. Ketidaktepatan dalam perhitungan bisa memicu masalah di kemudian hari, terutama jika menyangkut bangunan yang secara hukum tidak layak berdiri di sempadan sungai.
“Bangunan di bantaran itu secara aturan memang tidak seharusnya ada. Jadi kita harus bijak dalam menyusun formulasi ganti rugi,” jelasnya.
Sebagai instansi teknis, Dinas PU Kukar mendorong dukungan penuh dari lintas lembaga, mulai dari DPRD, Dinas Perkim, hingga lembaga lingkungan hidup.
Sinergi diperlukan untuk memastikan solusi jangka panjang dapat berjalan tanpa menimbulkan konflik sosial.
“Kita ingin menyelesaikan ini tanpa menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” tegas Wiyono. (*/ADV/diskominfo Kukar/tha)