LINTASRAYA.COM, BALIKPAPAN – Upaya pencegahan stunting di wilayah Balikpapan Selatan, khususnya di bawah naungan Puskesmas Sepinggan, masih menghadapi tantangan besar. Hingga akhir 2025, tercatat 36 balita mengalami stunting dan dalam pemantauan intensif. Meski jumlahnya tidak meningkat drastis dibanding tahun lalu, tren stagnan ini menunjukkan bahwa persoalan gizi masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Ahli Gizi Puskesmas Sepinggan, Citra Juni Haryati, S.Tr.Gz, mengungkapkan bahwa kasus stunting terbagi dalam dua gelombang pemeriksaan: batch pertama sebanyak 10 balita dan batch kedua 26 balita. Semua anak telah mendapatkan pemeriksaan lanjutan oleh dokter spesialis anak serta tindakan medis di rumah sakit.
“Setiap bulan kami lakukan evaluasi dan laporkan ke Dinas Kesehatan. Anak-anak ini tetap kami pantau hingga status gizinya membaik,” ujar Citra, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, kendala utama bukan hanya pada ketersediaan makanan bergizi, tetapi pada pola konsumsi dan kebiasaan keluarga yang belum mendukung tumbuh kembang optimal anak.
Banyak orang tua masih menyepelekan peran makanan seimbang, terutama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan.
“Masih ada ibu yang baru sadar pentingnya asupan gizi setelah anak menunjukkan tanda-tanda berat badan tidak naik. Padahal, pencegahan seharusnya dimulai sejak calon pengantin,” jelasnya.
Selain itu, tingkat stres ibu hamil, masalah kesehatan gigi, dan minimnya konsumsi protein hewani juga menjadi faktor risiko yang kerap diabaikan. Untuk itu, Puskesmas Sepinggan kini memperkuat edukasi sejak tahap pemeriksaan calon pengantin (catin) agar kondisi gizi ibu dapat dipantau lebih dini.
“Kami lakukan screening sejak pra-nikah. Kalau ada anemia atau kekurangan gizi, langsung kami intervensi. Tujuannya agar calon ibu siap secara fisik dan mental menghadapi kehamilan,” tambah Citra.
Puskesmas juga menggandeng kader posyandu dalam deteksi dini stunting. Para kader kini rutin melakukan pelaporan berat dan tinggi badan anak setiap bulan. Langkah ini membantu petugas mendeteksi balita dengan pertumbuhan stagnan lebih cepat.
“Sekarang kader sudah lebih sigap. Begitu berat badan anak tidak naik dua bulan berturut-turut, langsung dilaporkan ke kami untuk pemeriksaan lanjut,” katanya.
Meski angka kasus belum turun, Citra menilai kesadaran masyarakat perlahan meningkat, terutama di lingkungan sekolah. Program seperti Sekolah Sehat dan Menu Bekal Bergizi (MBG) mulai diterapkan oleh guru dan orang tua, membentuk kebiasaan makan sehat sejak dini.
“Anak-anak sekarang mulai terbiasa membawa bekal dari rumah. Tapi yang paling penting tetap pembiasaan makan bergizi seimbang di keluarga,” ujarnya.
Citra menekankan bahwa penanganan stunting bukan hanya urusan sektor kesehatan, tetapi juga membutuhkan dukungan lintas sektor dan perubahan perilaku keluarga.
“Stunting bukan cuma soal kurang makan. Ini masalah kompleks yang berkaitan dengan pola asuh, ekonomi, sanitasi, dan kebiasaan hidup. Maka solusinya harus gotong royong,” pungkasnya.(*/ADV/puskesmas Sepinggan)















