LINTASRAYA.COM BALIKPAPAN– Pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat hingga mencapai 75 persen mulai dirasakan dampaknya di Kota Balikpapan. Sejumlah program prioritas terancam tertunda, sementara pelaku usaha kecil menengah (UMKM) juga bersiap menghadapi imbas melemahnya perputaran ekonomi daerah.
Sekretaris Komisi II DPRD Balikpapan, Taufik Qul Rahman, mengatakan kebijakan fiskal yang terlalu ketat berpotensi menekan berbagai sektor produktif di daerah, terutama sektor jasa dan perdagangan yang menjadi tulang punggung ekonomi kota minyak tersebut.
“Ketika dana transfer berkurang drastis, otomatis daya dorong pembangunan dan kegiatan ekonomi masyarakat ikut melemah. UMKM akan terkena imbas paling cepat karena daya beli dan belanja pemerintah juga menurun,” ujarnya Kamis (9/10)
Menurut Taufik, pemerintah pusat seharusnya memperhitungkan kontribusi daerah penghasil seperti Kalimantan Timur, yang menjadi salah satu penopang pendapatan nasional dari sektor sumber daya alam. Balikpapan sendiri, lanjutnya, memiliki peran vital sebagai kota jasa penunjang industri migas dan logistik.
“Kalau mau efisien, boleh saja, tapi jangan ekstrem. Pemotongan maksimal 10 persen masih bisa ditoleransi. Lebih dari itu, sama saja menghentikan laju pembangunan,” tegasnya.
Ketua DPRD Balikpapan, Alwi Al Qadri menyebutkan bahwa tahun ini Balikpapan seharusnya menerima DBH sekitar Rp440 miliar. Namun, dana yang dikucurkan hanya sekitar Rp99 miliar. Kondisi tersebut membuat sejumlah program strategis, termasuk penanganan banjir, harus ditunda pelaksanaannya.
“Beberapa proyek penting tidak bisa jalan sesuai rencana. Kita berusaha efisien, tapi tetap ada batasnya. Infrastruktur dasar seperti drainase dan jalan itu mendesak,” jelas Alwi.
Meski begitu, DPRD menegaskan tetap menjalankan pengawasan ketat agar penggunaan anggaran yang terbatas bisa tepat sasaran. Setiap kegiatan besar, termasuk pembangunan gedung DPRD, diawasi bersama aparat penegak hukum untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Alwi berharap pemerintah pusat bisa membuka ruang dialog dengan daerah untuk mencari solusi yang lebih adil. Ia menilai, penguatan koordinasi fiskal sangat penting agar pembangunan di daerah tetap berjalan tanpa menambah beban keuangan nasional.
“Kami paham pusat juga punya keterbatasan, tapi kebijakan harus realistis. Kalau daerah terlalu ditekan, ujungnya masyarakat yang menanggung,” pungkasnya. (*/Adv/DPRD Balikpapan)















