BALIKPAPAN, lintasraya.com – Ratusan nelayan Manggar, Balikpapan Timur menggelar aksi demonstrasi di pintu I, Jalan Yoes Sudarso (Jalan Minyak), Selasa (19/7/2022).
Ada sejumlah tuntutan disampaikan nelayan pada aksi tersebut. Pertama adalah menuntut dihentikannya pembuangan lumpur di kawasan laut manggar.
Kedua, meminta perusahaan yakni Pertamina bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan atau ekosistem laut yang diakibatkan oleh pembuangan lumpur.
Ketiga, meminta perusahaan untuk bertanggung jawab atas kerugian para nelayan yang disebabkan oleh aktivitas pembuangan lumpur.
“Pihak Pertamina bertanggung jawab atas kerugian yang dirasakan oleh nelayan mulai dari jumlah ikan yang berkurang saat ditangkap dan merusak alat tangkap nelayan,” kata salah satu nelayan, Andi.
Andi mengaku cukup kesulitan mencari ikan. Bahkan, lumpur buangan tersebut merusak alat tangkap nelayan. Akibatnya dia menelan kerugian hingga Rp 500 ribu saat melaut. Padahal sebelum tercemar buangan lumpur, Andi bisa menangkap ratusan kilogram ikan dalam sehari.
“Selain lumpur juga ada besi dan material lainnya. Saya tidak berani melaut karena penuh lumpur. Bisa merugi hingga Rp 500 ribu. Itu habis di solar saja,” terang Andi.
Andi menambahkan, ada beberapa titik di laut yang menjadi tempat pembuangan limbah. Hanya saja dia bersama nelayan lain menduga adanya kelalaian dari Pertamina.
“Sudah ada dua bulanan itu lumpurnya mengotori tempat kami mencari ikan. Kami tahu titiknya dimana. Jadi mereka ada empat kapal pembuangan,” tambah Andi.
Area Manager Connrek & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Susanto Augus Satria menyebut, selama ini Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan memiliki izin untuk pembuangan limbah lumpur.
Menurutnya, pihak Pertamina juga terbuka untuk berkomunikasi dengan nelayan dan dinas terkait untuk membahas persoalan ini, agar mempunyai persepsi yang sama antar nelayan maupun perusahaan. Terutama berkaitan titik pembuangan yang dipermasalahkan.
“Kita lihat dulu apakah titik pembuangan lumpur memang melenceng atau sebaliknya. Yang bisa menentukan itu Dinas Lingkungan Hidup. Kami pasti terbuka dan bertanggung jawab,” ujar Satria. (jan)